Selasa, 29 Juli 2008

Pelajaran Akuntansi

Ingin tahu pelajaran yang sering membuat perut saya mulas sebelum berangkat ke sekolah? Ya, matematika dan semua hal yang berhubungan dengan angka. Saya memang paling tidak suka jika harus menghitung sesuatu, kecuali menghitung uang, apalagi kalau uang itu milikku sendiri.
Tetapi saya tidak bisa menghindar dari pelajaran tersebut sampai duduk di bangku SMA. Meskipun saya mengambil jurusan sosial (karena SMA tidak menyediakan jurusan bahasa), tetap saja ada matematika. Yang lebih mengenaskan lagi, ada pelajaran akuntansi yang berhasil membuat saya begadang selama tiga tahun!
Begadang selama tiga tahun? Ini kisah nyata, Saudara! Setiap kali mendapat tugas akuntansi, saya berubah menjadi kelelawar. Hm, sebutan itu rasanya juga kurang tepat, sebab saya tidak sempat bobo siang (kalau membaca majalah yang bernama Bobo memang sempat) sebab saya langsung berkutat dengan PR yang berjumlah 2 soal itu sampai dua jam. Malam setelah belajar pelajaran untuk esok, saya masih berkutat lagi sampai jam 00.00. Pukul tiga dini hari, setelah melaksanakan keperluan, saya mencoba berjuang lagi dan berhenti saat azan subuh.
Setengah jam sebelum berangkat, aku menyerah. Saya meminta ayah untuk membaca PR. Bapak memang ahli akuntansi tetapi saya tidak puas jika belum mencoba sendiri. Akhirnya saya menyalin jawaban Bapak dalam waktu 10 menit (soal salin-menyalin ini saya lumayan kuat, maklum biasa mencangkul , eh maksudku biasa menulis).
Nilai akuntansi saya biasa saja tidak pernah beranjak dari angka 7. Maklum otak saya memang buntu jika harus berhadapan dengan pelajaran ini. Akuntansi membuat kedua kelopak mataku terasa berat dan nyaris selalu menguap di kelas. Meskipun demikian, saya harus belajar giat agar dapat segera lulus dan tidak bertemu dengan pelajaran yang menyiksaku ini.
Akhirnya nilai 9 kudapatkan. Nilai 9 untuk pelajaran yang sedikit pun tidak kusukai. Alhamdulillah, ternyata benar Allah Swt. memberikan pahala apabila kita mau berusaha tanpa mengenal putus asa.

Selasa, 01 Juli 2008

Harta Yang Paling Berharga

Beberapa tahun terakhir ini aku baru menikmati kembali indahnya persaudaraan. Bukan hanya persaudaraan karena sesama muslim, lebih dari itu karena ini adalah persaudaraan dalam arti yang sebenarnya.
Dulu, mungkin kami sama-sama kaku, keras kepala, dan belum dewasa. Tidak ada yang mau mengalah. Hampir setiap hari bertengkar, seolah-olah tidak ada bedanya dengan anjing dan kucing.
Ya, itulah kami, aku dan kakakku.
Sebenarnya tidak pernah bosan ibu dan bapak kami selalu menasihati bahwa seharusnya kami saling menyayangi. Lebih-lebih kepada kakakku, Ibu sering mengingatkan tentang rentang usia kami yang hampir lima tahun dan rasanya tidak pantas remaja SMA umur 17 tahun ribut dengan adiknya yang masih 12 tahun serta baru lulus SD.
Tiada hari tanpa bertengkar. Ada saja masalah yang membuat kami naik pitam bahkan tidak jarang diselingi adu makian dan main jambak. Baru berhenti jika kedua orangtua melerai sambil memarahi kami berdua.
Tetapi itu dulu. Ada sesuatu yang membuat kami berubah pikiran. Kalau kakak beradik yang lain begitu rukun dan saling menyayangi, mengapa kami tidak sanggup berbuat demikian? Aku sering terpesona melihat adegan seorang kakak menggandeng adiknya atau mendengar kisah persaudaraan yang selalu bersama dalam suka dan duka.
Baru kusadari bahwa persaudaraan yang dihiasi kasih sayang, saling mengerti, dan mau menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki saudara kita dapat menghadirkan perasaan yang begitu indah. Indah, bahkan lebih indah dibanding kilau permata dan intan berlian. Lebih menyejukkan dari tetes embun dini hari. Aku telah menemukan harta yang paling berharga : persaudaraan yang penuh kasih sayang.

Minggu, 15 Juni 2008

Anugerah Allah

Sepanjang hidup, Allah Swt. begitu baik kepadaku. Saat saya kecil, terkenal sangat pendiam dan pemalu. Selalu menunduk jika disapa, hampir tidak terdengar suara ketika Ibu atau Bapak Guru menyuruh saya membaca di depan kelas. Tersenyum? Jangan harap, apalagi tertawa, kecuali ada sesuatu yang benar-benar kuanggap lucu. Kalau sudah demikian, saya tidak perduli anggapan orang. Pernah beberapa kali aku tertawa terus sementara teman-teman lain sudah berhenti. Tentu saja empat puluh tujuh pasang mata langsung memandang ke arahku. Beberapa di antara mereka berkomentar, "Wah, ini anak jarang tertawa, tapi sekali tertawa susah remnya!" Ya, saya memang pendiam, pemalu, dan jarang tersenyum, tetapi Allah Swt. menganugerahkan kepadaku keistimewaan yang termasuk jarang dimiliki anak-anak pada masaku.
Bagiku tidak terlalu sulit menghapalkan puisi yang panjang hanya dalam waktu sehari. Beberapa puisi atau pantun yang pernah kuhapalkan saat masih SD masih dapat kuingat sampai sekarang. Atau beberapa cerita dan dongeng yang pernah kubaca maupun kudengar dari ibuku hingga saat ini aku masih mampu mengingatnya dengan baik. Selain itu saya pun dapat menceritakan cerita berulang-ulang pada orang yang sama tanpa dia merasa bosan. Bahkan tidak jarang atas permintaan mereka sendiri. Bibi-bibi (terutama adik-adik bapakku) sangat antusias jika mendengarkan aku bercerita. Beliau bertambah gembira setiap kali aku mau bercerita lagi walaupun itu cerita yang sama. Sampai sekarang pun para bibi itu masih suka menagih cerita padaku melalui surat. Ini berarti saya harus mengirim surat yang berisi cerita.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Daya ingat yang tajam itu dan kemampuan untuk bercerita (khusus bidang kebahasaan dan apresiasi sastra Indonesia) ternyata sangat membantuku daam menjalankan profesiku sebagai pendidik.

Sabtu, 10 Mei 2008

Pesan Singkat dari Temanku

Semalam saya mendapat sms dari temanku di Surabaya. Ia memintaku menginap di rumahnya.
Aku kangen berat, begitu tulisnya.
Sejenak saya merenung. Berpikir, begitu besarkah kerinduannya padaku sehingga ia memintaku untuk segera menuju kota pahlawan yang juga kota kelahiranku itu?
Kami berteman dekat sejak masih duduk di bangku kuliah. Saat ia mulai komitmen berbusana muslim, sedangkan saya masih saja berbusana asal tertutup dan tidak ketat (tetapi belum berjilbab), hal itu tidak sedikit pun merenggangkan kedekatan kami.
Soal sifat jelas berlawanan. Ia dapat bersikap tenang dalam kemarahannya. Ia lebih memilih untuk diam dan mengalah jika ada yang bersikap tidak baik kepadanya. Berbeda denganku yang sulit menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Apalagi kalau ada orang yang menyakiti hatiku, rasanya aku ingin segera menerkamnya (kalau bisa, tetapi saya tidak mau menjadi harimau, seperti harimau, atau pun dianggap harimau), tetapi biasanya saya akan menjawabnya dengan nada datar kadang-kadang tanpa menoleh.
Dia menerimaku apa adanya. Pernah suatu hari ia menyampaikan pembicaraannya dengan seorang adik tingkat.
Dia : Eh, kemarin adik kita menanyakan kamu.
Saya: Aku?
Dia : Iya, katanya si Mbak kok orangnya serius.
Saya: Lalu apa jawabanmu?
Dia : Ya, aku katakan tak kenal maka tak sayang. Coba sekali-sekali kamu ajak si Mbak bicara.
Dia enak kok kalau diajak bicara.
Saya : Ah, sebenarnya dia mau omong kenapa aku selalu pasang tampang masam.

Itulah percakapan kami yang sudah lama berlalu. Selepas lulus kuliah, kami sibuk dengan urusan masing-masing. Ternyata kami berdua sama-sama pengembara. Bedanya, aku hanya sekitar Pulau Jawa sedangkan dia melalang buana.
Saat dia menghubungiku lewat sms, pastilah ia sedang berkumpul dengan sanak saudara. Heran juga bagaimana dia bisa rindu padaku.
Tetapi kalau kupikir-pikir, bukankah selama ini aku memiliki beberapa teman dekat justru karena sifatku yang unik? Teman-teman dekat yang masih tetap mencariku bahkan ada rela berpanas ria demi menemukan jejakku yang pernah menghilang dari mereka. Aku teringat bukankah ada di antara mereka yang mengatakan suka bersahabat denganku justru karena sifatku yang tidak pas untuk seorang wanita? Aku samasekali bukan wanita yang ramah apalagi suka bercanda, lebih-lebih dalam forum atau situasi serius. Tetapi entahlah, mereka, sahabat-sahabatku itu begitu menerimaku apa adanya.
Sungguh aku bersyukur kepada Allah Yang Mahaadil.

====================================


Catatan kecil yang terpotong saat aku masih bekerja di luar kota Surabaya dan sekarang telah kembali mengabdikan diri di kota kelahiranku.


Senin, 05 Mei 2008

Nasihat Adik Ibuku

Cara bicara beliau tegas dan terdapat penekanan pada setiap kata. Jika tidak terbiasa, pasti mengira beliau sedang marah dan bisa-bisa merasa sakit hati. Maklumlah beliau seorang hakim
yang terbiasa memutuskan perkara di pengadilan.
Beliau adalah bibiku, adik almarhum ibuku. Sepeninggal kedua orang tuaku, beliau adalah pengganti orang tuaku. Dari beliau saya banyak belajar tentang banyak hal dalam kehidupan ini.
Nasihat yang paling kuingat adalah supaya saya selalu bersikap rendah hati. Tetap percaya diri namun menjauhkan diri dari merasa paling pandai, paling bisa, dan paling-paling lainnya yang bertujuan memamerkan kelebihan diri. "Mbak, di hadapan Allah kita ini tidak ada artinya. Jadi untuk apa kita sombong?"begitu nasihat beliau.
Setiap kali saya melihat seseorang yang menyombongkan diri hanya karena merasa lebih pandai dalam suatu bidang atau memiliki kedudukan maupun gelar yang lebih tinggi dibanding lawan bicara, saya terheran-heran. Saya tidak habis pikir apakah orang itu belum menyadari bahwa di atas langit ada langit? Bahwa sombong itu pakaian kebesaran Allah?

Kamis, 24 April 2008

Asap Rokok di Angkot

Asap membumbung sesakkan dada
di sana-sini batuk pun bergema
tetapi kepulan asap semakin tebal saja
seperti tak hiraukan kesulitan sesama

Karena jengkel seseorang berseru
Tolong, jangan merokok di angkot ini!
Apa jawab si Perokok itu?
Kalau tidak mau kena asap rokok, baiknya naik taksi

Tidakkah kita temui kenyataan
jiwa individu telah merasuk diri
padahal kita tiada mampu hidup sendiri
tetapi mengapa derita saudara kita abaikan

Asap-asap pun berhamburan
percik tembakaunya membuahkan abu
kembali terdengar batuk-batuk dari balik saputangan
mereka yang duduk dengan wajah pucat kelabu

Rabu, 23 April 2008

Berpikir Positif

Judul di atas tidak hanya mengajak kita untuk selalu berpikir positif, tetapi juga mengingatkan supaya jangan sampai orang lain salah menilai ucapan atau sikap kita.
Kita harus melatih diri untuk senantiasa berpikir positif tentang pikiran, pendapat, ucapan, maupun perilaku orang lain. Berpikir positif selain berguna bagi ketenangan hati juga dapat menambah semangat berkarya dan melakukan aktivitas sehari-hari. Meskipun pada awalnya bisa jadi kita tersinggung dengan kata-kata seseorang, tetapi energi kemarahan yang membara dalam gejolak jiwa dapat menjadi energi postif jika kita dapat menyikapi hal tersebut dengan bijaksana.
Gaya bahasa dan sikap tubuh setiap orang ketika berbicara memiliki ciri tertentu. Jika kita lebih
mengandalkan perasaan dibanding akal, maka yang terjadi adalah rasa marah bahkan terhina.
Mungkin kita sering mendengar seorang pimpinan perusahaan yang gemar melontarkan kritikan pedas kepada anak buahnya. Menghadapi pimpinan semacam ini kita harus berusaha mencari celah positif dari ucapannya. Tetaplah berpikir dengan kepala dingin dan berusahalah menganggap bahwa pimpinan tersebut ingin menguji keseriusan anak buahnya dalam bekerja atau ia sedang melatih mereka untuk menghadapi tantangan yang jauh lebih berat.
Sebaliknya jangan sampai kita menyebabkan orang lain berpikir negatif. Kita harus memahami bahwa tidak semua orang mengerti cara berbicara dan bahasa tubuh lawan bicara. Kita juga tidak dapat menuntut agar semua orang bersedia berpikir positif tentang semua hal. Kitalah yang harus berusaha supaya orang tidak selalu berpikir buruk.
Pendekatan individu perlu dilakukan supaya orang yang diajak berbicara mengerti maksud yang sebenarnya. Masalah ini harus disampaikan karena pemahaman tentang makna di balik ucapan tidak dimiliki semua orang.
Ada seorang karyawan sebuah perusahaan sebut saja A yang telah banyak memberikan bantuan akhirnya mengundurkan diri karena tidak tahan menghadapi kata-kata atasannya yang lebih pedas daripada sekilo cabai rawit. Setelah si A keluar, pimpinan perusahaan tersebut menjelaskan bahwa ia hanya ingin mendidik mental anak buahnya supaya tegar menghadapi berbagai tantangan.
Kalau saja sejak awal pimpinan tersebut menjelaskan maksudnya, mungkin saja karyawan tersebut akan berusaha berpikir lebih jernih. Walaupun perasaan tersinggung tetap ada, tetapi ia masih mencoba menangkap kata-kata sang pimpinan dari sudut pandang yang baik.
Meskipun demikian, kita harus selalu berhati-hati supaya orang lain tidak sakit hati akibat ucapan maupun sikap kita. Ingatlah bahwa orang tidak selalu ingat jika ada orang yang bermaksud baik yang tersimpan di balik kalimat. Oleh karena itu yang paling baik adalah menjauhkan diri dari mengucapkan kata-kata yang menyakitkan.