Minggu, 15 Juni 2008

Anugerah Allah

Sepanjang hidup, Allah Swt. begitu baik kepadaku. Saat saya kecil, terkenal sangat pendiam dan pemalu. Selalu menunduk jika disapa, hampir tidak terdengar suara ketika Ibu atau Bapak Guru menyuruh saya membaca di depan kelas. Tersenyum? Jangan harap, apalagi tertawa, kecuali ada sesuatu yang benar-benar kuanggap lucu. Kalau sudah demikian, saya tidak perduli anggapan orang. Pernah beberapa kali aku tertawa terus sementara teman-teman lain sudah berhenti. Tentu saja empat puluh tujuh pasang mata langsung memandang ke arahku. Beberapa di antara mereka berkomentar, "Wah, ini anak jarang tertawa, tapi sekali tertawa susah remnya!" Ya, saya memang pendiam, pemalu, dan jarang tersenyum, tetapi Allah Swt. menganugerahkan kepadaku keistimewaan yang termasuk jarang dimiliki anak-anak pada masaku.
Bagiku tidak terlalu sulit menghapalkan puisi yang panjang hanya dalam waktu sehari. Beberapa puisi atau pantun yang pernah kuhapalkan saat masih SD masih dapat kuingat sampai sekarang. Atau beberapa cerita dan dongeng yang pernah kubaca maupun kudengar dari ibuku hingga saat ini aku masih mampu mengingatnya dengan baik. Selain itu saya pun dapat menceritakan cerita berulang-ulang pada orang yang sama tanpa dia merasa bosan. Bahkan tidak jarang atas permintaan mereka sendiri. Bibi-bibi (terutama adik-adik bapakku) sangat antusias jika mendengarkan aku bercerita. Beliau bertambah gembira setiap kali aku mau bercerita lagi walaupun itu cerita yang sama. Sampai sekarang pun para bibi itu masih suka menagih cerita padaku melalui surat. Ini berarti saya harus mengirim surat yang berisi cerita.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Daya ingat yang tajam itu dan kemampuan untuk bercerita (khusus bidang kebahasaan dan apresiasi sastra Indonesia) ternyata sangat membantuku daam menjalankan profesiku sebagai pendidik.